Seorang ibu adalah seseorang yang dapat menggantikan siapa pun tetapi tak dapat di gantikan oleh siapa pun. (Kardinal Mermillod)
Ya, itulah Ibu. Kasih sayang yang Ibu berikan melebihi rasa cintanya kepada dirinya sendiri. Ibu memberi tanpa pernah mengharap tuk terbalaskan. Cintanya yang begitu murni membuatku tak sanggup membencinya. Walau ku tau Ibu sering berbohong, yang terbesit di hati hanyalah perasaan pilu. Pilu rasanya melihat Ibu harus berjuang melawan kerasnya kehidupan.
Himpitan ekonomi yang menjerat keluargaku membuat Ibu sering kali berbohong kepada kami. Tiap hari Ibu berjuang memutar uang yang bapak berikan.
Kebutuhan sekolahku hampir memakan seperempat gaji bapak., mau tak mau Ibu membuka usaha kecil-kecilan dengan berjualan. Usaha Ibu tak selalu berjalan lancar. Ada kalanya Ibu mengalami hambatan. Belum lagi terkadang Ibu mengalami kerugian yang cukup besar. Yah.., sistem dagang yang di terapkan Ibu hanya memberinya keuntungan yang sedikit. Benar-benar tak sebanding dengan perjuangan yang Ia lakukan. Belum lagi para pembeli yang harus di hadapi Ibu. Tak jarang dari mereka yang sering menghambat usaha Ibu. Banyak para pembeli yang hanya dapat mengobral janji. Hal ini tentu saja mempengaruhi perputaran modal dalam usaha Ibu.
Walau pun Ibu sering di bohongi oleh para pembelinya, Ibuku tetap saja berjiwa besar. Katanya "biarkan ini menjadi urusan mereka dengan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menegur mereka. Ibu akan mencoba mengikhlaskan semua." Oh... Ibu, betapa lembutnya hatimu. Di tengah kekesalanmu Engkau tetap dapat mengajarkan kami untuk tak membenci.
Aku tau begitu banyak beban yang harus kau pikul. Tapi kau tetap memprioritaskan kebutuhan kami. Walau dalam keadaan mendesak, Ibu tetap memenuhi permintaanku. Permintaan yang menurutku tak sepenting di bandingkan apa yang harus Ibu beli saat itu. Tapi dengan rela Ibu memilih untuk memenuhi keinginanku. Terkadang tanpa aku sadari Ibu pun pernah meminjam uang hanya untuk memenuhi permintaanku.
Seringkali Ibu bertengkar dengan Bapak. Hanya demi membela kami, anak-anaknya. Tak jarang pertengkarannya dengan suami yang ia cintai membuat Ibu tak sanggup lagi menahan air mata. Semua Ibu tumpahkan dalam do'anya. Memohon kepada Illahi agar ia bisa menghadapi cobaan ini dengan hati yang lapang. Sering kali aku mendekat berusaha menyeka air mata Ibu, tapi sebelum sempat Ibu telah menghapusnya dan mengubahnya menjadi sebuah senyuman. Senyuman yang mampu menghapuskan kekhawatiranku.
Setiap kali aku bertanya padanya, "Masalah apa yang membuat Ibu bersedih?" dengan bijak Ibu menjawab, "Bukan apa-apa sayang, gak usah di pikirkan ya. . . Ini biar jadi tanggung jawab Ibu. Tugas kamu hanyalah belajar." Oh. , Ibu. Apakah semua ibu akan berkata seperti Ibu? Ya. . Tentu saja. Seorang Ibu tak khan membiarkan anaknya larut dalam kesedihan yang ia hadapi.
Ibu, tulus kasihmu begitu murni. Engkau tak pernah memilih-milih dalam mencurahkan kasih sayangmu. Kau besarkan buah hatimu dengan rasa cinta. Engkau tak pernah mengeluh walau terkadang anakmu sering mengecewakanmu. Memancing emosimu dikala kau mengasuh mereka. Namum, dengan sabar kau tetap membimbing mereka. Yang terpenting bagimu jika dapat melihat mereka tumbuh besar dan menjadi orang yang berguna.
Tangis, tawa, dan gurauan mereka adalah pelipur lara buatmu. Ibu selalu tersenyum melihat perkembangan buah hatinya. Ibu tak pernah menjadikan kami sebagai beban kehidupannya. Buatnya kami adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan untuknya. Untuk itu dengan segenap jiwanya Ibu akan berusaha menjaga apa yang Tuhan titipkan kepadanya.
Ibu. . . Kasih sayangmu tak khan mampu tergantikan. Ku ingat saat kau berjuang agar aku bisa sekolah di tempat yang aku inginkan. Kau tak peduli dengan harga dirimu. Kau perjuangkan aku agar dapat masuk ke sekolah itu.
Ibu. . . Ku ingat sekali dikala siang malam tiada hentinya kau menjagaku yang sedang terlelap. Hampir setiap saat kau mengecek suhu tubuhku yang tidak juga turun. Bahkan engkau terus berjuang agar aku mau makan dan berganti pakaian. Tiada lelah kau mondar-mandir, hanya untuk membuatkan ku bubur dan melihat ku memakannya di ruangan yang sempit dan bau infus itu. Berulang kali aku mengeluh merasa bosan berada di Rumah Sakit, namun Ibu dengan sabar menghiburku. Terlihat sekali wajah Ibu yang kelelahan, tapi Ibu selalu punya cara untuk mengelabuiku.
Ibu. . . tiada hentinya kau mengingatkanku agar tak lupa makan dan solat 5 waktu. Kau juga selalu mengajariku untuk dapat melihat segala sesuatu dari dua sisi yang berbeda. Peranmu sebagai Ibu sangat membantuku dalam memilih tujuan hidup. Peranmu sebagai seorang sahabat, mampu membuatku nyaman dan menemukan solusi yang tepat untuk setiap permasalahan hidupku.
Ingin rasanya membalas jasa-jasamu yang tak terhitung jumlahnya. Entah apa yang bisa ku berikan untuk membalas semua itu? Rasanya apa pun yang ada di dunia ini tak mampu membalas kasih sayangmu yang tiada tara. Hanya Allah yang bisa membalas semua pengorbananmu. Aku sendiri akan terus berjuang agar engkau mendapatkan tiket ke syurga. Tempat yang amat di rindukan sethap umat di dunia. Ibu. . . mari kita berjuang agar dapat menjadi penghuni syurga.
Sindiran serta nasihatmu selalu menjadi semangat dalam hidupku. Ibu . . , terima kasih untuk semuanya. Terima kasih atas semangatmu yang luar biasa. Yang kau tularkan kepadaku lewat kata-katamu yang tegas. Ibu . . , aku sungguh bersyukur punya ibu yang selalu menyayangiku sepenuh hati. Buatku tulusnya kasihmu tak khan mampu tergantikan oleh siapa pun. Karena engkaulah sandaran bagiku, tempat bernaung dalam suka maupun dukaku.
Terima kasih Ibu. . . . .
Tulusnya Kasihmu
Posted on Monday, September 27, 2010
by Butterfly Snow Diaries
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Responses to "Tulusnya Kasihmu":
Post a Comment